hafid mohamad wahyudin
12 tkj
RM.IMAM KOSOEPANGAT
Sebelum melihat jauh kedepan
mengenai perkembangan Persaudaraan Setia Hati Terate sekarang ini, kita
ingatkan julukan : “PENDHITA WESI KUNING”. Siapa kah Pendhita Wesi Kuning itu?
Ia dikenal seorang yang berdedikasi tinggi, dalam kamus hidupnya tidak ada kata
menyerah dalam menghadapi tantangan. Pola hidupnya sederhana meskipun ia
sendiri dilahirkan dari keluarga yang bermartabat, penerus trah kusumah
rembesing madu amaratapa wijiling handanawarih. Kiatnya “Sepiro gedhening
Sengsoro Yen Tinompo Amung dadi Cobo” dan kiat itu dihayatinya dijabarkan dalam
lakunya sampai akhir hayatnya.
Ia teguh dalam pendiriannya yakni
mengabdi pada sesama maka orang-orangpun memberi julukan “PENDHITA WESI KUNING”
(konon julukan ini mengacu pada warna wesi kuning sebagai senjata kedewataan
yang melambangkan ketegaran, kesaktian, kewibawaan sekaligus keluhuran). Ketika
ia di tanya, siapakah orang yang paling dicintainya di dunia ini ?. ia akan
menjawab dengan tegas “IBU “. Dan ketika ia di tanya organisasi apakah yang
paling ia cintai selama di dunia ini ?. maka ia pun akan mengatakan
PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE.
Dua jawabpan di atas, pertanyaan
yang mengacu pada kedalaman rasa itu, telah di buktikan tidak hanya ucapan
belaka tetapi dengan kerja nyata. Hampir sepanjang hidupnya waktu, tenaga,
pikiran dan jiwanya dipersembahkan demi baktinya kepada keduanya itu. Yakni
ibu, seorang yang telah berjasa atas keberadaan di dunia ini, dan persaudaraan
setia hati terate sebuah organisasi tempat menemukan jati diri, sekaligus ajang
darma baktinya dalam rangka mengabdi kepada sesama. Dialah RADEN MAS IMAM
KOESOEPANGAT. Putra ketiga dari pendawa lima. Yang lahir dari garba : Raden Ayu
Koesmiyatoen dengan RM AMBAR KOESSENSI. Bertepatan pada hari jum`at pahig
tanggal 18 november 1938, di Madiun kakek beliau (Kanjeng Pangeran Ronggo Ario
Koesnoningrat) adalah bupati Madiun VI dan neneknya (Djuwito) atau (RA Pangeran
Ronggo Ario Koesnoningrat), merupakan figur yang di segani pada saat itu.
Menurut keterangan dari pihak
keluarganya, trah Kanjeng Pangeran Ronggo Ario Koesodiningrat selain di kenal
sebagai penerus darah biru juga dikenal sebagai bangsawan yang suka bertapa
brata satu laku untuk mencari hakikat hidup dengan jalan meninggalkan
larangan-larangan Tuhan Yang Maha Esa serta membentengi diri dari pengaruh
keduniawian. Bakat alam yang mengalir dalam darah kakeknya ini , di kemudian
hari menitis ke dalam jiwa RM IMAM KOESOEPANGAT. Dan mengantarkan menjadi
seorang Pendekar yang punya Kharisma dan di segani sampai ia sendiri di juluki.
“Pandhita Wesi Kuning”.
Masa
Kecil
Masa kecil RM IMAM KOESOEPANGAT di
lalui dengan penuh suka dan duka, ia seperti hal nya saudara-saudara kandungnya
(RM Imam Koesoenarto dan RM Imam Koesenomihardjo, dan RM Koesenomihardjo kakak
serta RM Imam Koeskartono dan RM Abdullah Koesnowidjodjo,adik) hidup dalam
asuhan kedua orang tuanya, menempati tempat tinggal kakeknya di lingkungan
kabupaten Madiun . (menurut sumber terate) semasa kecilnya, RM Imam
Koesoepangat belum menunjukan kelebihan yang cukup berararti. Di sekolahnya (SD
latihan duru satu : sekarang SDN Indrakila Madiun) ia bukan tergolong siswa
yang paling menonjol, salah satu nilai lebih yang di miliknya barangkali hanya
karena keberanianya. Selain ia sendiri sejak kecil sudah di kenal sebagai bocah
yang jujur dan suka membela serta suka menolong teman-teman sepermainanya.
Ketika berumur 13 tahun, semasa ia
haus damba kasih dari ayahanda nasib berbicara lain RM Ambar Koesensi (ayahanda
tercinta) di panggil ke Hadirat Tuhan yang maha Esa, tepatnya pada tanggal 15
maret 1951 , sewaktu ia masih duduk di kelas 5 SDN. RM Imam Koesoepangat kecilpun
seperti tercerabut dari dunia kana-kanaknya, sepeninggalnya orang yang di
cintainya itu sempat menggetarkan jiwanya. Namun kematian tetap kematian tidak
seorangpun mampu menolak kehadiranya. Begitu juga yang terjadi pada RM Ambar
Koesensie.
Hari-hari berikutnya RM Imam
Koeseopangat diasuh langsung oleh ibunda RA Koesmiatoen Ambar Koesmiatoen. Di
waktu-waktu senggang ibunda sering kali mendongeng tentang pahlawan-pahlawan
yang dikenalnya dan tidak lupa memberi petuah hidup. Berawal dari tatakrama
pergaulan, tatakrama menembah (bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa) sampai
merambah pada pengertian budi luhur dan mesubrata.
Masuk Persaudaraan Setia Hati Terate
Benih luhur yang di tanamkan
ibundanya itu lambat laun ternyata mampu mengendap dan mengakar di dalam jiwa
RM Imam Soepangat, ia lebih akrab dengan panggilan “ARIO” perhatianya terhadap
nilai-nilai budi luhur kian mekar bagai bak terate di tengah telaga. Semenjak
kecil sudah menyukai laku tirakat, seperti puasa dll sejalan dengan itu
sikapnya mulai berubah ia mulai bisa membawa diri menempatkan perasaan serta
menyadari keberadaannya. Gambaran seorang Ario kecil, sebagai bocah ingusan,
sedikit demi sedikit mulai di tinggalkannya.
Rasa keingintahuan terhadap berbagai
pengetahuan terutama ilmu kanuragan dan kebatinan yang menjadi idaman semenjak
kecil kian hari semakin membakar semangatnya. Melecut jiwanya untuk segera
menemukan jawabanya, barang kali terdorong oleh rasa keingintahuanya itulah
ketika umurnya bejalan enam belas tahun RM Imam Koeseopangat mulai mewujudkan
impianya. Di sela-sela kesibukanya sebagai siswa di SMP 2 Madiun, ia mulai
belajar pencak silat di bawah panji-panji Persaudaraan Setia Hati terate.
Kebetulan yang melatih saat itu adalah mas IRSAD (murid Ki Hadjar Hardjo
Oetomo) selang lima tahun kemudian 1959 setelah tamat dari SMA Nasional Madiun
ia berhasil menyelesaikan Pelajaran di Persaudaraan Setia Hati Terate dan
berhak menyandang gelar pendekar tingkat satu.